Refleksi Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik
Mempelajari modul 2.3 Coaching untuk supervisi akademik memberikan pengalaman tersendiri bagi saya. Modul modul sebelumnya mungkin kami sering melakukannya meskipun pelaksanaannya masih agak berbeda dalam prosesnya tapi tujuan kami sama yakni berpihak pada murid. Namun modul 2.3 ini agak unik karena dalam pelaksanaannya kami tidak pernah mengalaminya. Pengawas atau kepala sekolah yang melakukan supervisi tidak pernah melakukan hal yang demikian. Ketika diawal mempelajari modul ini kami di minta untuk mengisi pengalaman serta keinginan dan harapan kami terhadap pelaksanaan supervisi. Saya ingat betul bentuk supervisi yang dilakukan pejabat yang lebih tinggi misalnya pengawas dan kepala sekolah. Pengawas melakukan supervisi akademik di setiap pertengahan semester. Pada saat mereka memeriksa administrasi pembelajaran yang kami buat dan kami lakukan di kelas, mereka tampa pemberitahuan terlebih dahulu seminggu sebelumnya atau satu hari sebelumnya. Perasaan kami si saat pelaksanaan supervisi sama seperti perasaan saya disaat ujian skipsi. Perasaan takut salah dan banyak coretan disetiap lembar RPP dan administrasi yang kami buat. Dalam Pelaksanaannya mereka memberikan penilaian dari rentang 1-4 tergantung dari pemeriksaan yang administrasi kami. Setelah selesai pemeriksaan kami duduk berdua membicarakan mana yang sudah baik dan mana yang perlu diperbaiki. Supervisor menjelaskan dengan detail dimana letak hal yang sudah baik dan mana yang perlu diperbaiki sekaligus cara memperbaikinya. Supervisor menjelaskan pada guru cara yang tepat yang harus dilakukan untuk memperbaiki kekurangan atau kesalahan yang telah kami lakukan dikelas. Hal yang perlu dipertahankan dan hal yang perlu dikembangkan dijelaskan dengan detail beserta langkah yang harus kami lakukan sebagai seorang guru.
Di awal sebelum melakukan perekaman mengidentifikasi masalah- masalah yang mungkin terjadi disaat proses praktek ruang kolaborasi yakni masalah jaringan dan yang kedua masalah hasil rekaman. Untuk masalah pertama kami menyediakan 2 provider selain wifi untuk alternatifnya dan untuk masalah kedua kami sepakat untuk sama sama merekam layar agar sebagai antisipasi kalau nanti ada masalah pada hasil rekaman rekan yang lainnya. Dan ternyata 2 masalah ini muncul masalah jaringan alhamdulillah bisa teratasi dan masalah hasil perekaman juga, hasil rekaman rekan saya suaranya tak terdengar untung hasil rekaman dari laptop saya terdengar jelas jadi semua masalah itu teratasi dengan baik, kalau tidak mungkin kami melakukan perekaman ulang dari awal. Sebuah kolaborasi yang sungguh luar biasa dari kelompok kami.
Untuk Tugas Demonstrasi modul 2.3 ini juga mengajarkan banyak hal bagi saya pribadi terutama pentingnya kolaborasi. Komunikasi yang baik untuk pemecahan masalah agar nantinya proses praktik coacing bisa berjalan efektif dan efisien. Kemungkinan permasalah serta alternatif pemecahannya yang sudah kami bicarakan diawal memberikan kontribusi besar dalam memperlancar jalannya proses perekaman. Dua kelompok berkolaborasi untuk menyelesaikan tugas ini, masing masing kami meroling sesuai dengan peran yang kami harus lakukan. Pengerjaannya alhamdulillah tampa kendala dan berjalan lancar. Kesepakatan yang kami bangun di awal sangat membantu kami dalam proses pengerjaan tugas yang ada di LMS.
Dalam prakteknya Modul 2.3 ini memberikan saya pengalaman yang luar biasa. Pentingnya komunikasi dan kolaborasi serta pentingnya membicarakan secara matang suatu kegiatan. Mengidentifikasi masalah yang mungkin muncul serta alternatif pemecahannya, mendengarkan dengan aktif, kehadiran penuh, memberikan pertanyaan berbobot pada setiap pendapat rekan akan sangat membantu dalam proses pengerjaan suatu kegiatan. Kita tidak perlu terhambat akan masalah karena sudah ada penyelesaian yang sudah disiapkan diawal kegiatan. Semua pihak berperan aktif sesuai dengan potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Sehingga kegiatan tersebut berjalan dengan lancar, efektif dan efisien.
Pengalaman saat praktek di ruang kolaborasi, di ruang demonstrasi kontekstual amat sangat berharga bagi saya. Tiap tahapan mempunyai tantangan tersendiri. Seperti pada tahapan pertama yakni kehadiran penuh dan mendengarkan dengan aktif tantangannya adalah kadang karena kami memikirkan proses atau tahapan TIRTA yang akan kami lakukan selanjutnya, pikiran malah tidak fokus pada coachee kami malah fokus tentang alur tirta yang selanjutnya kami lakukan. Akibatnya saya tidak bisa mendengarkan dengan aktif dan akhirnya saya tidak bisa menemukan kata kunci dari kata kata yang coachee utarakan akibatnya saya tidak bisa mengajukan pertanyaan berbobot. Dari sini menjadikan coachee menjadi bingung akan pertanyaan yang kami ajukan karena seperti tidak nyambung dengan percakapan yang kami lakukan.
Pengalaman ini memberikan saya pembelajaran untuk mengubah cara saya dalam melakukan coaching. Untuk mengatasi hal ini pada praktek selanjutnya saya kemudian membuat kata kunci dari alur TIRTA yakni Tujuan caoching, Identifikasi Masalah, Rencana Penyelesaian Masalah, Alternatif pemecahan masalah, Rencana Aksi, Tanggung Jawab yaitu Berkomitmen akan langkah selanjutnya. Dari kata kunci alur Tirta ini saya bisa fokus dalam proses coaching. Kehadiran penuh bisa kami lakukan segingga dengan itu kami bisa mendengarkan dengan aktif dan menemukan kata kunci dari yang coachee utarakan segingga dari kata kunci itu kami bisa memberikan pertanyaan berbobot yang akhirnya bisa memberikan coachee kesempatan untuk berfikir akan kekuatan/potensi serta ide ide yang bisa mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka alami. Dan ini kami harapkan coachee bisa mengembangkan potensi yang mereka miliki. Jadi tujuan dari supervisi yaitu mengembangkan potensi dan kekuatan bisa tercapai.
Komentar
Posting Komentar